Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah Kalam dan Mutakalliman Beserta Artinya

20 sifat wajib allah 20 sifat mustahil allah lengkap dengan referensinya, penjelasannya, serta dalilnya.

Sifat Wajib Bagi Allah Kalam dan Mutakalliman, Sifat Mustahil Bagi Allah Bukmun dan Abkama

Sifat Wajib Bagi Allah Kalam dan Sifat Mustahil Bagi Allah Bukmun

Wajib bagi Allah mempunyai sifat kalam (Maha Berbicara). Sifat ini merupakan sifat terdahulu yang ada pada Dzat Allah dan sifat ini tidak berupa huruf atau suara. Sifat ini bersih serta tidak berada di depan dan belakang sesuatu, juga bersih dari i'rab dan bina' (menurut istilah ahli nahwu dan saraf) serta bersih pula dari diam di hati. Misalnya, Allah menyembunyikan kalam di dalam Dzat-Nya, di mana Dia sendiri yang berkuasa mengucapkannya. Bersih dari kerusakan yang sangat samar, misalnya; Allah tidak kuasa mengucapkan seperti dalam keadaan tidak bisa berbicara ketika masih kecil dan bersih pula dari sifat-sifat kalam perkara baru.
Sifat kalam Allah hanya satu, tetapi mempunyai beberapa bagian pertimbangan. Oleh karena itu, jika dipandang dari segi hubungannya dengan melakukan salat misalnya, maka baru dinamakan perintah. Jika dipandang dari segi hubungannya dengan perintah meninggalkan zina misalnya, maka dinamakan larangan. Jika dipandang dari segi hubungannya dengan Firaun yang mengerjakan ini dan itu misalnya, maka dinamakan kalam berita. Jika dipandang dari segi hubungannya dengan orang taat yang mendapat surga, maka dinamakan janji. Jika dipandang dari segi hubungannya dengan orang yang berbuat maksiat akan masuk neraka, maka dinamakan ancaman. Dan sifat kalam ini pula bergantung pada semua perkara yang wajib, jaiz dan perkara yang mustahil (seperti sifat ilmu). Hanya saja, ta'alluq sifat ilmu adalah hubungan atas terbukanya perkara yang maklum. Sedangkan ta’alluq sifat kalam adalah hubungan yang menunjukkan.
Adapun ta ’alluq sifat kalam bila dinisbatkan pada selain perintah dan larangan, maka dinamakan hubungan yang bersifat pelaksanaan yang dahulu. Apabila dinisbatkan pada keduanya (perintah dan larangan) dan tidak mensyaratkan wujudnya, maka demikian pula dinamakan hubungan pelaksanaan yang dahulu. Dan apabila eduanya mensyaratkan wujud perintah dan larangan, maka hubungan kalam dengannya dinamakan ta ’alluq perencanaan yang dahulu (sebelum wujudnya perintah dan larangan) dan hubungan pelaksanaan yang baru (setelah wujudnya perintah dan larangan).
Oleh karena itu, Allah adalah Dzat yang Maha Berbicara dengan memberi perintah, larangan, janji, ancaman beserta ucapan yang kekal adanya dan tanpa permulaan, juga yang dahulu dan tetap pada dzat-Nya.
Kalam Allah tidak menyerupai dengan kalam mahluk. Tidak merupakan suara yang timbul karena di bawa oleh udara atau saling bersentuhannya beberapa jisim. Dan tidak pula berbentuk huruf yang dapat terputus-putus disebabkan tertutupnya bibir atau gerakan-gerakan lidah.
Nabi Musa AS sendiri telah mendengar kalam Allah dengan tanpa huruf dan suara. Sebagaimana orang-orang mulia bisa melihat Dzat Allah di akhirat yang tidak berbentuk benda dan tidak pula merupakan sifat yang baru (seperti mahluknya).
Adapun lawan sifat kalam adalah sifat bisu. Yang dimaksud dengan bisu adalah tidak adanya kalam yang bersifat dzat (kalam hati), baik tidak adanya kalam tersebut disebabkan oleh bencana atau tidak serta diam. Diam dalam hal ini juga termasuk pula di dalam kategori bisu.
Sedangkan yang dimaksud kebisuan adalah suatu bencana yang menyebabkan hilangnya kata hati. Contohnya, apabila Allah berkenan menghentikan manusia dari kegiatan berfikir, maka sekaligus di dalam hatinya akan terhenti perintah untuk berbicara.
Ketahuilah, bahwa kalam Allah menunjukkan pada kalam terdahulu Yang menetap pada Dzat-Nya dan bersifat lafal (kata-kata) yang bisa dibaca. Artinya, Allah sendiri yang menciptakan kalam itu. Sebagai bukti, bahwa seseorang tidak mampu berbicara pada asal jadiannya (ketika masih bayi).
Barangsiapa mengingkari, bahwa di antara kedua sampul Al Qur'an (isi atau kandungannya) terdapat kalam Allah, maka dia telah kufur. Kecuali, bila ia menghendaki bahwa yang ada di antara keduanya adalah sifat yang menetap pada Dzat Allah serta adanya lafal-lafal yang kita baca merupakan yang baru wujudnya. Dengan catatan, tidak boleh kemudian dikatakan bahwa Al Qur'an itu baru, kecuali pada tingkatan belajar. Karena Al Qur'an (kalam) adalah sifat yang menetap pada dzat Allah, namun berbentuk majaz (lafal yang dipindahkan arti aslinya kedalam arti baru).
Lagi pula, bila dikatakan bahwa Al Qur'an itu baru, dikhawatirkan adanya prasangka bahwa sifat yang menetap pada dzat Allah itupun baru.
Adapun hakikatnya, bahwa yang ditunjukkan melalui lafal-lafal (yang kita baca) adalah bagian dari bukti akan sifat yang dahulu. Karena sifat menunjukkan pada semua perkara wajib, mungkin dan yang mustahil wujudnya. Sedangkan lafal yang kita baca hanya bisa menunjukkan sebagian dari sifat wajib, jaiz dan mustahil saja.
Mengenai dalil tetapnya sifat kalam bagi Allah adalah firman Allah 35:
"Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung (tanpa perantara). ” (An-Nisa:l64)
Artinya, Allah membuka tabir untuk Nabi Musa, lalu memberi pendengaran kepadanya akan kalam yang dahulu (kalam qadim) dan (setelah itu) mengembalikan lagi tabir tersebut. Bukan berarti bahwa Allah berbicara kemudian diam, karena sesungguhnya Allah senantiasa berbicara (Maha Berbicara).
Setelah Nabi Musa AS berdialog dengan Allah, maka beliau selalu menutup telinga agar tidak mendengar kalam mahluk lain (manusia). Karena, beliau tidak ingin mendengarnya lagi dan menjadi sangat berat
Sifat Kaunuhu Mutakaliman

Sifat Wajib Bagi Allah Mutakalliman dan Sifat Mustahil Bagi Allah Abkama

Wajib bagi Allah mempunyai sifat mutakaliman, yaitu Allah Maha Berbicara. Sifat ini bagi Allah kekal adanya dengan tidak memiliki permulaan dan berbeda dengan sifat kalam. Akan tetapi, sifat ini selalu menetap pada sifat tersebut (kalam).
Oleh karena itu, ”adanya Allah Yang Maha Berbicara” merupakan sifat yang selalu menetap dan berada pada sifat kalam yang melekat pada dzat Allah serta tidak ada kenyataannya kecuali pada diri-Nya sendiri.
Adapun lawan dari sifat ini adalah Allah itu bisu. Sedangkan dalilnya adalah (dalil) sifat kalam yang telah diuraikan sebelumnya. Bila anda menghendaki, dapat merujuk kembali.
Mengenai dalil wajib bagi Allah mempunyai sifat mutakaliman ialah; bahwa adanya Allah itu Maha Berbicara dan merupakan sifat yang berada dan selalu menetap pada lingkungan sifat kalam (itu sendiri) yang melekat pada Dzat Allah Ta'ala.
Apabila telah jelas bahwa Allah mempunyai sifat Yang Maha Berbicara, maka mustahil apabila Dia mempunyai sifat yang selalu bisa (dan yang searti) yang merupakan lawan dari sifat mutakaliman ini.
Sifat-sifat tersebut (yang wajib bagi Allah) jumlah ada dua puluh dan yang mustahil juga sama adanya (ada dua puluh), di mana setiap orang mukallaf (dewasa) wajib mengetahuinya secara terperinci beserta dalil-dalilnya, walaupun merupakan dalil yang masih global. Kemudian (secara global pula) wajib meyakini (mengimami), bahwa Allah mempunyai sifat-sifat sempurna yang tidak bisa menghitungnya kecuali Allah sendiri dan bersih dari sifat-sifat kekurangan.[1]
[1] Sumber dari Kitab Tijan As-Darari (Ilmu Tauhid) diterjemahkan oleh Achmad Sunarto (Mutiara Ilmu).


Untuk Penjelasan Lainnya mengenai Sifat Allah Silahkan Kembali Ke Halaman Utama (Klik Disini)

0 Response to "Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah Kalam dan Mutakalliman Beserta Artinya"

Posting Komentar