Latar Belakang Berdirinya Ilmu Kalam

Latar Belakang Berdirinya Ilmu Kalam Lengkap Dengan Referensi dan Penjelasannya

Latar Belakang Berdirinya Ilmu Kalam

Aqidah Islam Pada Masa Nabi

Saat masa Nabi merupakan masa perjuangan, pembangunan, dan penanaman serta pengukuhan aqidah dalam Islam Ketika fase Makkah beliau menghadapi dua tantangan internal berupa pembinaan aqidah islam terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti ajakan beliau, serta tantangan eksternal berupa perlawanan kelompok Musyrik Quraisy, dan setelah berada di Madinah bertambah pula dengan berbagai tantangan dari ahli kitab yang terdiri dari dua golongan penganut agama Nasrani dan Yahudi.
Terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti seruan beliau Nabi menanamkan satu corak ajaran aqidah sebagaimana yang diajarkan melalui wahyu yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa, ke-Rasulan Muhammad saw. beserta ajaran yang dibawanya yang beliau terima lewat wahyu. para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir berupa surga dan neraka beserta prosedurnya dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar. Para sahabat senantiasa diingatkan oleh Rasulullah saw agar tidak memperdebatkan, doktrin-doktrin aqidah ini karena perdebatan akan menimbulkan perpecahan dan perpecahan merupakan penyebab utama kehancuran Selanjutnya agar para sahabat dan pengikut Nabi itu mentaati secara penuh terhadap semua ajaran yang dibawa Rasul-Nya itu Penegasan ini terdapa dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat 46.
Bersama dengan itu. Allah juga mengingatkan sejarah pengikut Nashrani yang kemudian bercerai-berai karena perdebatan dan perdebatan diantara mereka sendiri, peringatan tersebut terdapat pada Al-qur'an dikemukakan Al-Maidah ayat ke14.
Corak aqidah berkembang di masa Nabi berupa pelaksanaan norma-norma yang monopolitik, yaitu hanya satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan persanggahan dari para sahabat. Mereka datang kepada Nabi bukan untuk memperdebatkan ajaran yang dibawanya, tetapi menanyakan persoalan-persoalan yang mereka belum pahami dari ajaran yang diterimanya dari Rasulullah, keadaan ini tercipta disamping kepercayaan penuh para sahabat terhadap Nabi, juga karena kepercayaan terhadap Al-qur'an beberapa ayat diantaranya dari surat Al-Anfal ayat 46 dan Al-Maidah ayat ke-14.
Demikianlah strategi pembinaan internal yang dilakukan Rasulullah saw terhadap para sahabat dan pengikut terdekatnya. Sedang terhadap ahli kitab beliau mengajarkan kepada para sahabatnya agar bersikap netral, tidak membenarkan dan jangan pula menyalahkan mereka. Sikap beliau tersebut tergambar dalam salah satu dalam (QS. Al-Ankabuut : 46) (HR. Al-Bukhari nomor 4215).
"Ahli Kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka menafsirkankannya dengan bahasa Arab kepada pemeluk Islam, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Janganlah kamu membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka”, katakanlah : “Kami beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu” (QS. Al-Ankabuut : 46) (HR. Al-Bukhari nomor 4215)
Sikap lunak Rasulullah terhadap ahli kitab ini. karena sistem kepercayaan mereka itu bermuara pada Tuhan Allah SWT, dan kitab suci yang mereka gunakanpun merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan. Namun terhadap beberapa orang Musyrik Quraisy, Rasulullah saw sangatlah tegas dan keras bahwa kepercayaan yang mereka lakukan itu benar-benar salah dan mesti diperbaiki. karena system kepercayaan itulah, Allah melarang umat islam untuk menjalin hubungan pernikahan dengan orang-orang musyrik, sementara dengan ahli kitab Allah SWT memperbolehkannya, apabila yang mereka nikahi itu merupakan wanita ahli kitab yang dipelihara akan kesuciannya. 

Aqidah Islam pada masa sahabat 

Sebagaimana pada masa Rosulullah SAW, masa sahabat khususnya pada zaman pemerintahan Abu Bakar Shidiq R.A (11-13 H), dan pemerintahan Umar bin Khattab R.A (13-23 H), pembahasan beberapa masalah aqidah belum muncul. Mereka masih merumuskan ajaran-ajaran aqidah sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah saw dan mereka juga melakukan pemahaman dari ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits dengan makna apa adanya, tanpa memberikan penta'wilan. Oleh sebab itu, selama kurang lebih dua dekade ini tidak ada beberapa persoalan serius dalam masalah aqidah. 
Akan tetapi setelah khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) ini melakukan beberapa perubahan didalam sistem administrasi pemerintahannya yang mana lebih cenderung dengan sikap nepotisme (kekeluargaan), yang mengakibatkan munculnya kekacauan politik, yang mencapai klimaks pada masa pemerintah Ali bin Abi Thalib R.A, sehingga terjadilah perang saudara yang mengakibatkan umat Islam menjadi terpecah belah. Perpecahan politik tersebut mengakibatkan munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga berkembang perselisihan yang panjang dan menimbulkan berbagai aliran dalam llmu Kalam. 
Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafa ar-Rasyidin, corak aqidah Islam yang dianut masyarakat muslim saat itu masih tetap sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintah Ali bin Abi Thalib, dengan munculnya aliran khawarij, yang disusul kemudian munculnya Murji'ah, mu'tazilah dan ahlus sunah wal jama'ah. 
Bila kita memahami persoalan-persoalan ilmu kalam dengan mendalam, sebaiknya kita terlebih dahulu mempelajari faktor-faktor yang mempenngaruhi timbulnya kejadian-kejadian politis dan histgries yang menyertai pertumbuhannya. Faktor-faktor itu sebenarnya banyak akan tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datang dari dalam Islam dan kaum muslimin sendiri ( internal) dan faktor-faktor yang datang dari luar mereka ( eksternal), karena adanya pengaruh kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama di luar Islam. Beberapa faktor tersebut antara lain:

Faktor-faktor yang mempenngaruhi timbulnya kejadian-kejadian politis dan histories yang menyertai pertumbuhan ilmu kalam pada masa sahabatFaktor Internal

Pertama Al-Quran tidak membenarkan kepercayaan tersebut dengan memberikan beberapa alasan, antara lain:
  • Golongan yang tidak percaya terhadap agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja. (QS. Al-Jatsiyah: 24). 
  • Kaum musyrikin yang menyembah selain Allah yaitu binatang-binatang, bulan, matahari (QS. Al-An'am: 76-78) 
  • Kelompok yang menyembah berhala-berhala dan patung (QS. Al-An'am 74). 
  • Golongan-golongan yang mengingkari akan keutusan nabi-nabi (QS. lsra': 94) 
  • Golongan yang menolak adanya kehidupan kembali di akhirat nanti (QS. Al-Anbiya': 104). . 
  • Kelompok orang-orang yang berpendapat semua yang terjadi di dunia inilah perbuatan Tuhan semua, dengan tidak ada campur tangan manusia. Mereka ini adalah orang-orang munafiq (QS. Ali lmron:154). 
  • Golongan orang-orang yang menjadikan Nabi Isa As sebagai Tuhan. Hal ini ditolak Allah (QS. Al-Maidah:116).
Kedua pada saat kaum muslimin selesai menaklukan negeri-negeri baru yang luas untuk masuk islam mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya, disamping melimpah ruah rezeki. Disinilah mulai mengemuka persoalan agama dan berusaha mengkaji nash-nash agama yang menurut mereka saling bertentangan. Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama bahkan pada tiap-tiap masyarakat pun terdapat gejala itu. Pada mulanya agama itu hanyalah merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Penganut-penganutnya menerima bulat-bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan apalagi menggunakan Filsafat. Sesudah itu datanglah fase penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan
soal-soal agama secara filosofis. Pada saat inilah orang-orang islam mulai menggunakan filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya. Keadaan yang sama juga dialami oleh golongan-golongan agama lainnya, seperti Yahudi dan Masehi.
Ketiga persoalan-persoalan politik contoh yang tepat untuk saat ini ialah soal khilafah (pimpinan pemerintahan Negara). Ketika Rasulullah meninggai dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena itu antara sahabat Muhajirin dan Anshar terdapat perselisihan. masing-masing menginginkan supaya pengganti rasul dari pihaknya. Di tengah kesibukan itu, Umar ra membai'at Abu Bakar ra menjadi khalifah yang kemudian diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya. Abu Bakar kemudian mengambil kebijakan lain, yaitu ia menyerahkan khilafah kepada Umar dan Umar pun mengambil kebijakan lain juga, yaitu menyerahkan khilafah kepada panitia kecil dan pilihan panitia itu jatuh kepada Utsman. Sebenarnya soal khilafah itu adalah soal politik. Agama tidak mengharuskan kaum muslimin mengambil bentuk khilafah tertentu, tetapi hanya menyodorkan dasar yang bersifat umum, yaitu kepentingan bersama. Wakil-wakil umat bisa mengadakan peraturan-peraturan cara pemilihan orang yang bisa mewujudkan kepentingan bersama itu. Kalau terjadi perselisihan dalam soal ini maka perselisihan itu adalah soal politik semata-mata. Akan tetapi tidak demikian halnya pada masa itu. Ditambah lagi dengan kasus peristiwa terbunuhnya Utsman ra dalam keadaan gelap dan tegang. Sejak itu kaum muslimin terpecah-pecah menjadi golongan golongan, yang masing-masing merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon berasalnya saja yang berhak menduduki jabatan pimpinan Negara.

Faktor Eksternal

Pertama, orang-orang yang masuk agama islam yang mula-mula beragama Yahudi, Nasrani dan lain-lain, bahkan di antara mereka ada yang sudah pernah menjadi ulama'nya. Setelah pikiran mereka tenang dan sudah memegang teguh agama yang baru yaitu islam, mereka mulai terpengaruh kembali dengan ajaran agamanya yang dulu dan dimasukannya di dalam ajaran-ajaran islam. Karena itu dalam buku-buku aliran dan golongan islam sering kita dapati pendapat-pendapat yang jauh dari ajaran islam yang sebenarnya.
Kedua, kelompok islam tertentu, terutama golongan Mu'tazilah yang terkenal sangat rasional , mengkonsentrasikan perhatiannya untuk penyiaran islam dan mengkonter alasanalasan mereka yang memusuhi dan benci terhadap Agama islam, Mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawannya, kalau mereka itu sendiri tidak mengetahui pendapatpendapat lawan-lawan tersebut, beserta dalil-dalilnya. Dengan demikian, mereka harus mengetahui dengan dalam pendapat-pendapat tersebut, dan akhirnya negeri Islam menjadi wahana perdebatan bennacam-macam pendapat dan bermacam-macam agama, hai mana bisa mempengaruhi masing-masing kelompok yang bersangkutan. Salah satu seginya yang jelas ialah pemakian filsafat sebagai senjata kaum muslimin. Sesungguhnya tidak mengherankan kalau kaum muslimin menggunakan senjata filsafat dalam menghadapi lawan4awannya. Kita lihat Philon (25 SM-50 M), seorang Yahudi memfilsafatkan ajaran-ajaran agama Yahudi dan mengkaitkannnya dengan filsafat Yunani. Di kalangan orang-orang Masehi kita dapati Clemens Platonisme. Keadaan ini sudah barang tentu menyebabkan golongan Mu'tazilah dan golongan-golongan islam lainnya mengambil senjata yang dipakai lawannya, yaitu filsafat. Dengan masuknya filsafat, semakin luas pula pembicaraan dalam ilmu kalam .
Ketiga, sebagai tindak lanjut dari yang kita kaji di atas, para ahli ilmu kalam ingin mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan. Karena itu Al-NaZZham (tokoh Mu'tazilah) membaca buku-buku Aristoteles dan membantah beberapa pendapatnya, Demikian pula Abul Huzail al-'Ailat (juga tokoh Mu'tazilah)
Demikianlah faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya ilmu kalam, baik faktorfaktor itu dari dalam Islam ( intern) maupun dari luar Islam (ekstern). Dari sini kita harus obyektif dan membenarkan jika orang mengatakan bahwa ilmu kalam itu ilmu Islam yang tidak murni dan terpengaruh oleh filsafat dan agama-agama lain. Begitu juga yang mengatakan bahwa ilmu kalam timbul dari filsafat Yunani semata-mata juga tidak benar, karena Islam dijadikan dasar dan sumber pembicaraan. Ayat-ayat AI-Qur'an banyak dijadikan dalil disamping filsafat Yunani. Sebenarnya ilmu kalam itu campuran dari ilmu keislaman dan filsafat Yunani, tetapi pengaruh kaum muslimin di dalam ilmu ini lebih kuat, lain halnya dengan filsafat Islam, di mana pengaruh Yunani lebih dominan oleh karena Itu kita sebagai umat Islam harus mampu memilah-milah mana yang sesuai dengan Islam dan mana yang tidak sesuaidengan Islam.

Beberapa Masalah Yang Dijadikan Pokok Perdebatan Dalam Ilmu Kalam

  • Tentang khilafah, polemik ini bermula dari ketidakpuasan kelompok tertentu mengenai pengganti khalifah setelah Utsman bin Affan wafat.
  • Tentang keqadiman AIQur' an dalam hal ini kalangan mutakallimin memperdebatkan apakah AlQur'an itu qadim atau hadits.
  • Tentang sifat-sifat Allah, yaitu berkisar tentang kehendak, keadilan, dan lain-lain.
  • Tentang melihat Allah di akhirat, melihat tersebut secara fisik atau rohani.
  • Tentang dosa besar, dalam hal ini mutakallimin berbeda pendapat tentang yang berdosa besar apakah ia masuk surga, masuk neraka. atau berada di antara keduanya.


Tag : Latar Belakang Berdirinya Ilmu Kalam, Latar Belakang Lahirnya Ilmu Kalam, Latar Belakang Munculnya Ilmu Kalam, Aqidah Islam Pada Masa Nabi, Aqidah Islam pada masa sahabat, Faktor-faktor yang mempenngaruhi timbulnya kejadian-kejadian politis dan histories yang menyertai pertumbuhan ilmu kalam pada masa sahabat, Beberapa Masalah Yang Dijadikan Pokok Perdebatan Dalam Ilmu Kalam

0 Response to "Latar Belakang Berdirinya Ilmu Kalam"

Posting Komentar